BOGOR – Yayat (50), seorang pedagang kecil asal Kampung Tugu Pasir Kaung, Cibitung Tengah, Kabupaten Bogor, hanya bisa pasrah saat mobil yang menjadi tulang punggung usahanya ditarik paksa oleh pihak leasing. Bukan karena tak ingin membayar, tapi keterlambatan dua bulan berujung pada penarikan paksa yang disertai "uang tarik" mencapai Rp15 juta.
Kisah pilu itu bermula saat Yayat menunggak angsuran mobil Suzuki Carry miliknya selama dua bulan, dengan nominal total sekitar Rp5,6 juta. Mobil itulah yang selama ini ia gunakan untuk berdagang demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Pada Rabu, 7 Mei 2025, Yayat dipanggil ke kantor leasing PT Mizuho Leasing Indonesia di Jalan Soleh Iskandar, Kota Bogor. Ia datang dengan harapan Denga di janjikan untuk musyawarah terkait pembiayaan yang menunggak tunggakan dan melanjutkan angsuran, namun kenyataan berkata lain.
“Saya datang ke kantor leasing PT. MIZUHO FINANCE INDONESIA , tapi malah disuruh tinggalin mobil. dan di kasih 1(satu) lembar kertas yang harus di tandatangani dam saya di suruh pulang besok di suruh kembali membawa uang angsuran untuk 2 (dua) bulan keesokan hari saya datang ucapan yang di janjikan berbeda Katanya harus bayar Rp15 juta kalau mau ambil lagi,” ujar Yayat dengan nada kecewa.
Yang membuatnya makin tercekik, ia baru menjalani angsuran ke-9 dari tenor 48 bulan. “Saya masih panjang angsuran, tapi kalau dipaksa bayar Rp15 juta, dari mana saya dapat uang segitu?” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini pun menarik perhatian Lembaga Perlindungan Konsumen Gerakan Perubahan Indonesia (LPK-GPI) Kabupaten Bogor. Ketua LPK-GPI Badrudin, menyayangkan langkah leasing yang dianggap tidak manusiawi dan melanggar hak konsumen.
“Kami sangat kecewa, ini pedagang kecil yang cuma telat dua bulan. Bukannya dibina, malah ditarik paksa dan diminta bayar tambahan belasan juta. Di mana perlindungan untuk masyarakat kecil?” tegas Badrudin kepada awak media.
Badrudin juga menyoroti praktik penarikan kendaraan tanpa putusan pengadilan, yang menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus dilalui melalui jalur hukum, bukan tekanan sepihak dari leasing atau debt collector.
Pihak leasing PT Mizuho Indonesia hingga saat ini belum memberikan klarifikasi resmi atas kejadian tersebut.
Yayat sendiri kini bingung harus bagaimana. Tanpa mobil, ia kehilangan alat utama berdagang. “Saya hanya minta keadilan. Jangan karena kami kecil, lantas diperlakukan seperti ini,” tutupnya.*
Sumber : Yayat
Social Header